F. REPRESENTASI DALAM BELAJAR DAN MENGAJAR MATEMATIKA
1. Sejarah Singkat Perkembangan Kurikulum Matematika Berbasis Standar
Sejarah pendidikan matematika menggambarkan belajar dan mengajar matematika dalam pergerakan sosial dan ekonomi. Selama 50 tahun yang lalu, reformasi pendidikan matematika di Amerika Serikat telah menimbulkan beberapa tren. Pergerakan reformasi matematika baru di tahun 1950an, bertujuan mengolah sumber daya manusia dengan kemampuan teknologi yang tinggi, memiliki dua pandangan utama dalam memahami matematika: ketelitian bahasa, dan penemuan generalisasi (Osborne, & Crosswhite dalam Wu, 2004). Dalam pergerakan baru matematika ini, struktur logis dan simbol-simbol abstrak semata-mata digunakan di dalam kelas untuk menyampaikan beberapa konsep baru pada semua level. Pengembang kurikulum tidak memperhatikan kebutuhan dan karakter belajar anak. Akibatnya pergerakan baru matematika ini gagal, karena terlalu fokus pada prinsip dan aturan struktur dan abstrak dengan mengabaikan kebutuhan anak. Hal yang penting adalah bahwa pergerakan ini gagal karena kekurangan pelatihan yang cukup bagi guru. Hasil dari pergerakan ini adalah pergerakan ”kembali ke asal” (Troutman, & Lictenberg dalam Wu, 2004).
Di tahun 1957, Uni Soviet meluncurkan satelit Sputnik, menantang AS untuk meningkatkan kualitas pendidikan sains, termasuk pendidikan matematika, menimbulkan peningkatan dalam perhatian umum masalah-masalah pendidikan. Pengakuan terhadap kekurangan penting program matematika di sekolah disoroti dengan pertunjukan spektakuler Sputnik, telah mencetuskan era baru berpikir dan bertindak mengenai program pembelajaran matematika sekolah. Meskipun beberapa kurikulum dibuat sebagai hasil dari tekanan ini, pergerakan yang paling penting diselenggarakan oleh School Mathematics Study Group (SMSG) tahun 1958. SMSG menunjukkan bahwa matematikawan dan pendidik dapat bekerjasama dengan pandangan yang sama tentang perkembangan kurikulum matematika dan menghasilkan kurikulum matematika sekolah lanjutan. Dengan keterlibatan para guru, SMSG memberikan material yang rinci kepada guru dan siswa, dan pelatihan guru-guru menjadi penting dalam pergerakan kurikulum. Mengingat kebutuhan guru dan menyediakan petunjuk praktek di kelas adalah faktor kunci keberhasilan SMSG.
Selama tahun 1970an, sejalan dengan perkembangan teknologi dan kelas mendapat populasi siswa yang lebih beragam, pendidik matematika menghadapi tantangan baru untuk perbaikan. Reformasi ini berbeda dengan reformasi sebelumnya: reformasi ini menerapkan teori belajar kognitif untuk menstruktur ulang praktek pembelajaran, yang memberikan perhatian lebih pada kebutuhan individual siswa dan pada pembelajaran individu. Setelah tahun 1970an, sejumlah dokumen dihasilkan dari organisasi profesional memprakarsai reformasi kurikulum berdasar standar. “Agenda for Action,” dipublikasikan NCTM tahun 1980 menghendaki ada 8 bidang reformasi matematika, termasuk problem solving dan pemanfaatan teknologi. “Everybody Counts” memberikan ide-ide baru pendidikan matematika. Dokumen ini menerangkan pandangan-pandangan pendidik dan peneliti tentang belajar dan mengajar matematika: kualitas pendidikan matematika penting bagi masa depan bangsa. Tiga dokumen untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika berdasarkan konstruktivisme di tahun 1980 an dan 1990an diberi nama “Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics” (NCTM, 1989), “Professional Standards for Teaching Mathematics” (NCTM, 1991), dan “Assessment Standards for School Mathematics” (NCTM, 1995), diluncurkan oleh NCTM menempatkan reformasi pendidikan matematika secara detil dan menyediakan pandangan-pandangan baru bagi perbaikan pendidikan matematika di AS.
Sebuah dokumen Benchmarks for Science Literacy (AAAS Project 2061, 1993), diluncurkan oleh Project 2061 of the American Association for the Advancement of Science memberikan tanda tentang apa yang harus diketahui oleh semua siswa atau apa yang dapat dilakukan dengan sains, matematika,dan teknologi oleh siswa tingkat 2, 5, 8 dan 12. Dokumen ini membangun dasar yang kuat bagi siswa untuk mahir dalam sains, matematika, dan teknologi setelah lulus dari sekolah (AAAS, 1993, p. vii dalam Wu, 2004). Di tahun 2000, NCTM meluncurkan Principles and Standards for School Mathematics (PSSM) yang bertindak sebagai tonggak sejarah pendidikan matematika. Sifat-sifat dari PSSM adalah sebagai berikut.
a. Berdasarkan 3 standar NCTM sebelumnya
b. Berdasarkan penelitian, kekuatan PSSM adalah konstruktivisme dan konstruktivisme sosial
c. Memiliki 6 prinsip dasar yang bertujuan pada kualitas pendidikan matematika yang tinggi
d. Dibedakan berdasarkan jenjang sekolah yaitu K-2, 3-5, 6-8, dan 9-12, menyatakan ide-ide penting matematika bagi jenjang sekolah yang berbeda,
e. Tidak hanya berisi 5 standar isi tetapi juga 5 standar proses untuk membimbing guru menggunakan pendekatan yang berbeda dalam pembelajaran di kelas
f. Menambahkan versi-versi elektronik dimana guru dapat memandang matematika dan teknologi dan memvisualisasikan konsep matematika untuk menghasilkan ide-ide yang terbaik bagi pembelajaran yang efektif.
Bagi jenjang lanjutan tingkat pertama, PSSM tidak hanya menyediakan isi matematika secara detil tetapi juga menempatkan beragam ide bagaimana membuat transisi antara berpikir aritmatis dan berpikir aljabar bagi siswa sekolah lanjutan tingkat pertama agar siswa berhasil belajar matematika.
2. Isi PSSM dan Representasi Matematis
Isi dari PSSM dibagi menjadi 2 bagian yaitu: prinsip dan standar. PSSM memberikan 6 prinsip dasar sebagai petunjuk dari matematika sekolah yaitu: kesamaan (equity), kurikulum (curriculum), mengajar (teaching), belajar (learning), penilaian (assessment), dan teknologi (technology). Prinsip kesamaan menyatakan bahwa kurikulum matematika harus tersedia bagi setiap siswa dan memberikan harapan yang tinggi bagi setiap siswa. Prinsip kurikulum menyarankan bahwa matematika harus koheren, fokus pada matematika yang penting, dan disampaikan dengan baik di setiap jenjang (NCTM dalam Wu, 2004). Prinsip belajar memerintahkan bahwa kurikulum matematika memberikan pemahaman kepada siswa dan siswa dapat menerapkan apa yang dipelajarinya. Prinsip penilaian menyatakan bahwa penilaian dibutuhkan untuk mendukung belajar siswa dan mengajar guru. Prinsip teknologi menyatakan tentang penggunaan teknologi untuk belajar dan mengajar matematika. Diantara prinsip-prinsip di atas, prinsip mengajar menunjukkan bahwa mengajar matematika bergantung pada kualitas guru untuk memahami siswa dan matematika termasuk empat komponen penting yaitu
a. Guru matematika harus berhati-hati menganalisis dan mempertimbangkan karakteristik belajar siswa
b. Guru matematika harus menyiapkan situasi kelas matematika yang koheren dalam pembelajaran: unit dan pelajaran dan memiliki isi dan pedagogis sebaik pengetahuan berpikir siswa
c. Guru matematika harus menciptakan lingkungan kelas dimana siswa memiliki percaya diri yang diperlukan dalam belajar matematika
d. Guru matematika harus menggunakan ”percakapan” untuk mengijinkan siswa berpartisipasi dalam belajar matematika (NCTM dalam Wu, 2004).
PSSM menggambarkan konsep dan prosedur belajar matematika yang penting dan dengan jelas menyatakan bahwa belajar matematika tergantung pada kepribadian dan karakteristik masyarakat. Perbedaan siswa dalam belajar matematika membutuhkan guru matematika yang memahami latar belakang dan gaya belajar siswa yang berbeda dan mendesain beragam pendekatan sesuai dengan kebutuhan siswa dan membawa siswa dalam belajar matematika.
Pemahaman pengetahuan matematika siswa dan menyadari nilainya adalah kunci agar belajar matematika dapat berhasil. Penting bahwa guru membantu siswa membangun sikap penghargaan terhadap matematika dan percaya untuk membantu siswa tidak hanya dalam belajar matematika tetapi dalam masa depannya. PSSM juga menggambarkan lima standar isi dan lima standar proses. Standar isi PSSM adalah: operasi dan bilangan, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data dan probabilitas, sedangkan standar proses PSSM adalah: problem solving, bernalar dan pembuktian, komunikasi, hubungan, dan representasi. Standar-standar ini tidak dipisah-pisahkan tetapi saling berkaitan persatu dengan yang lain karena matematika berkembang dari problem solving, bernalar, representasi, komunikasi, dan hubungan. Yang paling penting, PSSM menyatakan representasi matematika adalah proses standar matematika yang penting, menghubungkan standar dengan yang lain dalam sistem dinamik proses pendidikan matematika K-12. Banyak peneliti menemukan bahwa representasi matematis adalah alat yang membantu siswa mengatasi kesulitan untuk mengembangkan dan memahami konsep-konsep matematis (Goldin, 2003; Monk, 2003; Smith, 2003 dalam Wu, 2004). Kemampuan siswa dalam menggunakan representasi dalam belajar matematika mengungkapkan level internalisasi pemahaman dan membantu guru dalam mencari Zone of Proximal Development (ZPD) belajar siswa karena bagaimana siswa merepresentasi dan menghubungkan pengetahuan adalah faktor kunci untuk memahami secara mendalam dan menggunakannya dalam problem solving (National Research Council, dalam Wu, 2004).
3. Representasi dalam Zone of Proximal Development (ZPD) dalam Belajar
Dalam pendidikan matematika, dua pertanyaan selalu ditanyakan yaitu dengan cara bagaimana siswa akan memahami matematika dengan baik?. Dengan cara bagaimana guru dapat mengajar secara efektif?. Untuk menjawab pertanyaan ini, kurikulum dan pembelajaran dalam pendidikan matematika menerapkan teori Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky menggambarkan ZPD sebagai jarak antara level perkembangan potensial yang ditentukan dengan problem solving yang independen dan level perkembangan sebenarnya yang ditentukan dengan problem solving dengan bantuan bimbingan orang dewasa atau berkolaborasi dengan kelompok yang mampu. Dalam pandangannya, ZPD menunjukkan hasil tugas yang belum dapat ditunjukkan siswa secara independen tetapi dapat ditunjukkan siswa dengan bantuan orang lain. Dengan menerapkan teori ZPD, program perkembangan profesional sebagai pihak yang mampu dapat membantu perkembangan keterampilan dan kapasitas guru, yang secara bertahap menjadi diinternalisasi sebagai hasil belajar dari mulanya independen ke dalam situasi belajar kolaborasi.
Penggunaan representasi dalam mengajarkan matematika adalah salah satu contoh aplikasi ZPD. Pertama, pengetahuan representasi sangat penting bagi belajar dan mengajar yang efektif. Shulman menyatakan sebagai berikut.
” What is also needed is knowledge of the most useful forms of representation of those ideas, the most powerful analogies, illustrations, examples, explanations, and demonstrations -- in a word, the ways of representing and formulating the subject that make it comprehensible to others” (p. 9) (dalam Wu, 2004).
Dalam matematika, representasi bukan suatu sifat dimensional yang tunggal, tetapi berkaitan dengan segala sesuatu dalam mengajar dan belajar matematika, sebagai contoh representasi memberikan pengertian yang bermakna dalam memahami matematika (Goldin, dalam Wu, 2004). Oleh karena itu representasi matematika seperti model konkret, diagram, grafik, chart, ekspresi simbolik berperan dalam belajar dan mengajar matematika yang efektif. Kedua, terdapat hubungan yang erat antara representasi dan perkembangan ZPD.
Menurut Cuoco, terdapat dua representasi yaitu internal dan eksternal. Representasi eksternal merujuk pada representasi dimana orang dapat dengan mudah mengkomunikasikannya dengan orang lain dengan menggunakan tanda fisik, sedangkan representasi internal merujuk pada gambaran yang diciptakan orang dalam pikiran terhadap objek dan proses matematika. Representasi internal pembelajar dapat berkembang melalui penggunaan representasi eksternal, oleh karena itu representasi internal merupakan level yang lebih tinggi daripada representasi eksternal. ”Ketika seorang anak (pembelajar) siap untuk membangun representasi internal suatu konsep atau hubungan, siswa tersebut dikatakan dalam ZPDnya (Troutman, & Lichtenberg,dalam Wu, 2004).
Fungsi interpsikologis adalah interaksi sosial yang dilibatkan dalam perkembangan belajar. Sedangkan fungsi intrapsikologis adalah introspeksi dan refleksi dalam proses belajar individu. Sama seperti representasi internal dan eksternal, pemfungsian intrapsikologis ZPD orang adalah fungsi mental yang lebih tinggi yang dikembangkan melalui pemfungsian interpsikologis ZPD karena pemfungsian interpsikologis bersifat sosial sebelum menjadi intrapsikkologis, benar-benar fungsi mental (Vygotsky dalam Wu, 2004). Level penguasaan representasi menentukan perkembangan ZPD. Dalam belajar matematika, ketika siswa dapat mengakses representasi matematis dan ide yang direpresentasikannya, mereka memiliki sejumlah alat yang secara signifikan memperluas kapasitas berpikir matematisnya dan menginternalisasi pemahamannya (NCTM dalam Wu, 2004). Kekuatan representasi matematika tidak hanya menempatkan anak dalam ZPDnya tetapi juga membantu anak mengembangkan potensinya dan selanjutnya meningkatkan level ZPDnya. Oleh karena itu, representasi mengacu pada tindakan untuk menangkap konsep-konsep matematis atau hubungan dalam beberapa bentuk (NCTM dalam Wu, 2004), seperti diagram, tampilan grafis, atau ekspresi simbolik (Goldin dalam Wu, 2004).
Menurut Vygotsky, mediator (contohnya guru) adalah komponen yang penting dalam proses belajar. Di dalam praktek di kelas, strategi representasi matematis membantu guru mengubah perannya menurut ZPD siswa digambarkan dalam representasi matematis. Dengan bekerja bersama siswa, guru membantu siswa menggunakan beragam representasi untuk menginternalisasi konsep dan hubungan matematika, tidak hanya membantu siswa mengatasi kesulitan belajarnya tetapi juga membantu siswa mencapai apa yang dapat dicapai siswa dengan independen. Bagian yang penting dalam proses ini adalah bahwa guru mendorong siswa menggunakan beragam representasi menurut level ZPDnya untuk menyelesaikan masalah, atau untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memperluas ide-ide matematis.
4. Guru dalam Reformasi Belajar dan Mengajar Matematika
Reformasi matematika saat ini menghendaki perubahan dalam belajar dan mengajar matematika (NCTM dalam Wu, 2004) Perubahan ini adalah transisi yang melibatkan perubahan mendasar dalam mengkonsep ulang belajar dan mengajar matematika. Gagasan perubahan guru memiliki banyak dimensi. Meskipun terdapat banyak penelitian tentang perubahan guru matematika, tetapi hanya ada sedikit penelitian tentang perubahan pengetahuan representasi matematis guru dari perkembangan professional.
Sebagai implementasi kurikulum berbasis standar dan mengajar secara efektif, guru perlu mengembangkan pengetahuannya tentang representasi, yang membantu guru “sepenuhnya memeriksa pikirannya tentang apa artinya mengetahui dan memahami matematika, jenis-jenis tugas yang harus dikerjakan siswa, dan yang terakhir perannya di dalam kelas” (Smith dalam Wu, 2004). Pengetahuan representasi yaitu pengetahuan tentang bagaimana ide-ide matematis dapat direpresentasikan guru untuk mengajar siswa secara efektif, membantu guru membuat pertimbangan, menjawab pertanyaan siswa, melihat ke depan dimana konsep berperan dan direncanakan sesuai dengannya (NCTM dalam Wu, 2004). Namun, perkembangan guru profesional saat ini jarang yang fokus pada pertumbuhan pengetahuan guru dan perubahan representasi pada bidang matematis tertentu yang diajarkannya. Proyek Matematika Sekolah Lanjutan (The Middle School Mathematics Project disingkat MSMP) fokus pada tujuan bahwa menggabungkan pengetahuan pedagogis (yaitu pengetahuan tentang teknik-teknik mengajar, materi pembelajaran, managemen kelas dan managemen organisasi) dan isi matematika guru dengan pengetahuan isi pedagogis (yaitu pengetahuan mengajar yang efektif, termasuk mengetahui berpikir siswa, menyiapkan dan menguasai pembelajaran) matematis akan membantu guru memperoleh pengetahuan representasi (pengetahuan tentang bagaimana ide-ide matematis disajikan agar mengajar menjadi efektif) matematis dalam mengajar di kelas. Fokusnya terhadap perubahan guru, khususnya isi matematis bagi perkembangan professional, adalah penting bagi guru sekolah lanjutan karena guru khususnya pada jenjang sekolah dasar dan menengah selalu mempunyai pengetahuan ide matematis yang terbatas yang merupakan pusat kurikulum yang diajarkannya (Smith dalam Wu, 2004).
5. Perkembangan Profesional Guru
Perkembangan profesional guru dalam pendidikan matematika telah menjadi bahan perdebatan yang lama. Argumen yang utama adalah bagaimana dan untuk tingkat apa perkembangan professional membantu guru mengajar secara efektif. Banyak peneliti yang telah mengembangkan kerangka perkembangan professional (Jones et al., 1994), prinsip-prinsip (Clark, 1994), dan model (Wallace, Cederberg, & Allen, 1994), namun banyak diantaranya yang sulit dipasangkan dengan kebutuhan praktek mengajar. Menurut Wissglass kebudayaan mempunyai implikasi yang besar dalam pendidikan sekolah dan perubahan guru, dan memperoleh dukungan emosional adalah faktor tak terduga yang beragam dan tidak dapat dipercayai. Kebanyakan program perkembangan professional “ tidak membentuk program yang kohesif dan kumulatif secara bersama-sama” dan banyak uang dan waktu yang diinvestasikan pada program-program tersebut namun tidak efektif (National Research Council dalam Wu, 2004). Untuk mempengaruhi perubahan guru, perkembangan profesional harus mencari cara untuk mengurangi perlawanan terhadap perubahan dan memotivasi guru belajar dan menggunakan representasi ganda.
Perubahan guru dan pertumbuhan pengetahuan berdasarkan desain dan perkembangan profesional fungsi pemahaman, karena pengetahuan guru diperoleh dari perkembangan profesional yang berasal dari perubahan pengetahuan isi (pengetahuan khusus bidang kajian matematika), perubahan strategi pembelajaran, dan perubahan sudut pandang yang mendukung material mengajar matematis. Perubahan guru, berdasarkan MSMP, pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan guru matematika, belajar siswa, dan material kurikulum. Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000) dan Benchmarks for Science Literacy (AAAS, 1993) mengindikasikan bahwa pendidikan matematika harus fokus pada kumpulan konsep dan keterampilan penting yang harus dipelajari siswa. Penelitian menunjukkan bahwa guru harus memiliki pengetahuan matematis khusus untuk mengajar matematika dengan pemahaman (Carpenter et al., 1999; Kaput, 1999 dalam Wu, 2004), dan pengetahuan guru dianggap sebagai faktor yang penting untuk mengajar efektif. Namun, hasil dari National Research Council (2001) menyatakan sangat sedikit guru yang memiliki pengetahuan khusus untuk mengajar matematika secara efektif. Oleh karena itu, perkembangan profesional harus:
a. Fokus pada membangun kapasitas pemahaman mata pelajaran dan membimbing perkembangan konsep siswa
b. Menggunakan dukungan praktis dan yang berkaitan (mata pelajaran, jenjang pendidikan)
c. Menggunakan dasar pengetahuan bagi penggunaan langsung maupun penggunaan di masa depan (Stein, Smith, & Silver, 1999 dalam Wu, 2004).
Ketika guru memahami konsep isi matematika tertentu dan domain yang diajarkannya, perubahan akan mungkin terjadi. Perkembangan profesional yang berfokus pada pengetahuan tertentu dan perubahan guru adalah faktor kunci bagi praktek guru mengajar yang efektif.
Menurut teori ZPD, belajar pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan awal dan interaksi belajar. Perkembangan profesional memegang peran yang penting untuk menghubungkan pengetahuan awal guru (pengetahuan isi) terhadap belajar baru yang dilakukan (pengetahuan pedagogis) dan memajukan interaksi belajar di antara guru. Selama bertahun-tahun, perkembangan profesional juga menjadi pendekatan utama yang digunakan dalam pertumbuhan pengetahuan guru. Namun hal ini tidak efektif, seperti yang dilaporkan oleh sejumlah peneliti di antaranya Stigler & Hiebert tahun 1997, National Research Council tahun 2001, dan An tahun 2004. Terdapat beberapa penyebab kekurangan pendekatan efektif sistematis terhadap perkembangan profesional guru, penyebab yang utama adalah tidak mengaitkan antara perkembangan profesional guru dengan strategi mengajar dan isi yang khusus. Hanya ketika guru diijinkan melihat sendiri secara langsung dan bersama-sama peningkatkan praktek mengajar dengan meningkatkan pengetahuan isi dan pedagogis dan meningkatkan kesempatan siswa untuk belajar, maka perkembangan profesional guru mejadi efektif (Stigler, & Hiebert, 1997 dalam Wu, 2004). Dasar perubahan ini adalah mengubah fokus perkembangan profesional pada strategi mengajar dan isi yang khusus seperti memahami dan menggunakan representasi matematika. Mempertinggi kemampuan guru dalam memahami dan menggunakan representasi matematika adalah penting dalam perkembangan profesional karena dalam kebanyakan sejarah matematika adalah memperhatikan pada menciptakan dan menyaring sistem representasi (Lesh, Landau, & Hamilton, 1983 dalam Wu, 2004). Oleh karena itu, belajar matematika dengan pemahaman sederhana berarti mendapatkan dasar yang solid dalam representasi matematika yang menyediakan jembatan agar belajar berhasil. Dengan pengetahuan representasi matematika yang dalam, guru juga mendapatkan dan membentuk ulang pengetahuannya tentang isi dan strategi pedagogis.
6. Peran Guru dalam Implementasi Kurikulum Matematis Berbasis Standar
Penelitian Proyek 2061 (AAAS, 2000 dalam Wu, 2004) menunjukkan bahwa materi kurikulum juga berperan besar dalam mengajar yang efektif. Mengajar efektif membutuhkan guru untuk meluruskan kepercayaan mereka dengan standar baru dan menerapkan standar baru di kelas. Guru diminta untuk fokus pada konsep matematis, representasi ganda konsep-konsep tersebut (Sherin dalam Wu, 2004) untuk meningkatkan pengajaran. Saat ini, dengan beragam latar belakang dan tujuan pendidikan, paradigma mengajar dibutuhkan untuk diusulkan sebagai kerangka untuk menyelesaikan masalah tersebut. Reformasi pengajaran matematika, membutuhkan perubahan guru tentang apa yang diajarkan dan bagaimana mereka mengajar menggunakan strategi berharga seperti representasi matematika untuk menghadapi kebutuhan perbedaan tingkat belajar. Halangan perubahan ini adalah guru tidak punya cukup pengetahuan isi atau apa yang mereka ketahui bukan pengetahuan isi yang ”benar” (Sherin, dalam Wu, 2004). Banyak aspek belajar dan mengajar matematika ”membatasi kekuatan dan kegunaan representasi sebagai alat belajar dan mengajar matematika (NCTM dalam Wu, 2004). Oleh karena itu transformasi dan adaptasi pengetahuan representasi baru yang berhubungan dengan yang lain adalah penting dalam belajar dan mengajar matematika. Perubahan dan transisi guru diperlukan untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar matematika. Namun, pendekatan untuk meningkatkan pengajaran tidak berdasar asumsi bahwa mengajar akan berubah ketika elemen lingkungan berubah. Namun berdasarkan belajar langsung dan pengalaman mengajar, dengan tujuan peningkatan belajar matematika siswa (Stigler, & Hiebert dalam Wu, 2004)
Namun demikian, perubahan guru tidak semudah belajar metode baru mengajar dan mengikuti kurikulum baru lembaga. Guru yang tidak optimis terhadap siswanya akan melawan perubahan, mereka memiliki sedikit fakta tentang kebutuhan untuk berubah, dan karena mereka memiliki harapan yang rendah terhadap siswanya maka mereka tidak terkejut ketika siswanya gagal dalam belajar (Hillocks, dalam Wu, 2004). Salah satu kemungkinan untuk membantu guru mengembangkan keterampilan profesionalnya adalah dengan menyediakan kesempatan kepada guru untuk merefleksikan pekerjaannya sendiri dan pekerjaan orang lain dan menyadari perbedaan antara tinjauan-tinjauan ini. Guru yang reflektif akan berpikir tentang pengajarannya untuk meningkatkan mengajar yang efektif di kelas. Guru yang merefleksi pengajarannya merupakan cara yang efktif untuk membantu guru belajar dalam perkembangan profesional (Stein, Smith, & Silver, dalam Wu, 2004)
Kurikulum berbasis standar menantang guru tidak hanya untuk mengubah perannya dari mengajar tradisional ke standar baru mengajar, tetapi juga merasa nyaman dengan standar baru ini. Namun, dalam implementasi kurikulum berbasis standar, guru dapat menghadapi beragam kesulitan termasuk membangun lingkungan mengajar dan membantu perkembangan kepercayaan positif dan sikap menghadapi kebutuhan standar baru. Perubahan ini awalnya sangat susah. Pengalaman dari proyek yang dilakukan Show-Me menunjukkan ketika guru terus berpartisipasi dalam perkembangan profesional yang mendukung kurukulum berbasis standar dan mengaitkan matematika, pedagogis, dan penilaian, fokus perhatian guru berubah pada belajar siswa dan hubungan belajar dan mengajar (Show-Me dalam Wu, 2004). Meskipun tiga komponen yaitu isi, belajar dan mengajar, penilaian, dibutuhkan dalam perkembangan profesional guru, komponen yang utama yaitu membantu guru memperdalam pengetahuannya dan keterampilan untuk belajar dan mengajar matematika yang efektif .
Untuk mengajar secara efektif, buku teks juga berperan penting dalam praktek mengajar karena pengetahuan matematika guru berpengaruh besar pada bagaimana guru mengevaluasi dan mengimplementasikan buku teks. Pengetahuan ini menunjukkan dengan sendirinya bagaimana guru merencanakan pembelajarannya, interaksi dengan siswa, dan menggunakan buku teks di kelas (Manouchehri, & Goodman dalam Wu, 2004)
7. Transisi Guru dalam Menggunakan Representasi Matematis
Transisi dalam representasi matematis guru berkaitan erat dengan kepercayaan dan sistem nilai mereka. Guru perlu untuk memahami representasi siswa agar mengajar efektif karena sitem representasi yang efektif termasuk perubahan personal terhadap kepercayaan dan nilai matematika dan tentang hubungan personal dengan matematika itu sendiri (Goldin, & Shteingold, dalam Wu, 2004).
Siswa SMP kesulitan bekerja dengan matematika karena mereka mempunyai kesulitan memilih representasi matematis yang tetap. Terkadang mereka memilih representasi yang familiar dengan mereka; padahal mereka tidak perlu memilih representasi yang paling cocok bagi belajar matematisnya. Sebagai contoh, pekerjaan tertulis siswa adalah representasi karena pekerjaan itu merepresentasikan berpikir siswa. Menurut Janvier, seringnya siswa melihat representasi yang berbeda sebagai masalah matematis yang berbeda pula. Masalah yang khas adalah siswa tidak dapat melihat hubungan antara representasi khusus dan representasi yang berkaitan atau ekivalen. Guru perlu belajar strategi yang sesuai dengan representasi untuk membantu siswa belajar dengan efektif dan membimbing siswa menggambarkan hubungan khusus antara pertanyaan-pertanyaan matematis secara efektif untuk memahami konsep-konsep matematika.
Guru sebaiknya menyadari adanya 5 tipe sistem representasi berbeda yang saling berkaitan satu dengan yang lain yang terjadi dalam belajar dan mengajar matematika, yaitu pengalaman berbasis ”script”, menginterpretasi dan menyelesaikan masalah berdasarkan kejadian di dunia nyata; model yang manipulatif, elemen yang sedikit berarti, namun membangun hubungan dan pengertian operasi dalam matematika; gambar atau diagram, yang dapat diinternalisasi sebagai gambaran (image); bahasa lisan, termasuk subbahasa yang berhubungan dengan logika; simbol tertulis, dapat meliputi kalimat khusus dan frase (contohnya x + 3 = 7) (Lesh, Post, & Behr dalam Wu, 2004). Menterjemah satu representasi ke representasi yang lain membutuhkan pembentukan hubungan antara representasi yang berbeda, yaitu representasi yang ekivalen.
Hubungan antara representasi dan pemahaman adalah hal lain yang dipandang dalam penggunaan representasi untuk belajar dan mengajar matematika. Janvier mengindikasikan bahwa representasi dapat dianggap sebagai kombinasi 3 komponen yaitu simbol (tertulis), objek nyata, dan gambaran mental. Peran guru adalah membantu siswa melihat kesamaan dan perbedaan konteks masalah yang beragam. Selanjutnya guru perlu memahami semua jenis representasi yang hubungan diantara representasi itu. Interaksi guru dan siswa menunjukkan bahwa membantu siswa akan ada kemajuan berharga tentang representasi, guru perlu memahami bagimana siswa memandang dan berhubungan dengan representasi matematika yang berbeda (Smith dalam Wu, 2004) yaitu dari matematika ke dunia nyata. Ketika kita mengklaim bahwa guru memegang peran penting dalam mengajar yang efektif maka kita harus menyadari adanya kebutuhan untuk mengembangkan representasi konsep matematis guru dengan model mengajar yang efektif. Dalam buku berjudul The Middle Path in Math Instruction, An menggambarkan mengajar matematika menggunakan model konkret dan mengindikasikan bahwa melalui bangunan dan model penyelesaian matematis, siswa dapat menginternalisasi belajarnya dan mengabstrak pikirannya.
8. Pandangan Kognitif tentang Membangun Pemahaman Siswa melalui Representasi Matematis
Representasi matematika berdasarkan teori belajar kognitif, sebagaimana penjelasan Monk sebagai berikut.
“complexities of representation as a cognitive and social process and of how it is inextricably linked with the knowledge people have of the situation being presented” (Wu, 2004 hal 32).
Teori ZPD Vygotsky menyatakan bahwa perkembangan kognitif dan kemampuan menggunakan pikiran untuk mengendalikan tindakan belajar membutuhkan sistem komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem ini untuk mengatur proses berpikir. Teori ini juga menyatakan bahwa belajar terjadi ketika siswa bekerja di Zone of Proximate Development nya (Slavin, dalam Wu, 2004), dimana guru yang terlatih akan memperhatikan kata-kata siswanya, pekerjaan tertulisnya, penggunaan material manipulatif, atau menggunakan kalkulator dan komputer ketika guru mencoba memahami konsepsi dan miskonsepsi individual (Goldin, & Shteingold, dalam Wu, 2004). Mengajar matematika yang efektif berarti bahwa guru memahami pengaruh representasi eksternal belajar siswanya dan aktivitas struktur matematika yang diajarkannya sebaik dengan representasi internal matematika siswa yang mencerminkan perkembangan internal dan pengertian (insight) berpikir siswa.
Menurut Schallert dan Martin, belajar berkaitan secara intrinsik dengan motivasi. Meskipun, motivasi dibentuk oleh faktor-faktor lingkungan yang berbeda dan pengaruh sosial. Dari perspektif kognitif, motivasi dapat meningkatkan tingkat energi pembelajar, mencapai tujuannya, memajukan munculnya inisiatif bertindak, dan mempengaruhi strategi yang dikerjakan pembelajar yang berbeda. Harapan dan nilai tugas adalah 2 faktor penting dalam prestasi perilaku. Tugas berkaitan dengan kompetensi karena pembelajar memilih tugas tertentu dan harapan berkaitan dengan tujuan belajar dan prestasi. Dalam konstruktivisme, pembelajar berhubungan dengan informasi-informasi yang diperolehnya, secara aktif mencoba mengorganisasi dan membuat pengertian informasi (Ormrod dalam Wu, 2004). Pengetahuan awal, sebagai komponen konstruktivisme memegang peran yang penting dalam proses belajar. Pembelajar dapat mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan awal hanya ketika mereka benar-benar telah memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan sesuatu yang dipelajarinya. Fosnot menyatakan bahwa belajar adalah proses perkembangan dimana refleksi adalah kunci bagi representasi internal. Peneliti lain menyatakan bahwa guru berperan menyiapkan lingkungan belajar yang menciptakan lingkungan yang memotivasi siswa, menghasilkan situasi masalah, mendorong kemahiran dan mendapatkan kembali pengetahuan awal, dan membantu perkembangan sikap belajar positif dalam lingkungan sosial (Phye dalam Wu, 2004), mengijinkan perspektif ganda di kelas, menghubungkan belajar dengan pengalaman dunia nyata siswa, dan mendorong kesadaran diri dan kepemilikan (Honebein, dalam Wu, 2004).
Belajar matematika adalah proses perkembangan (Honebein dalam Wu, 2004) yang dapat menarik siswa, menantang imajinasi siswa, dan menghasilkan solusi kreatif dalam minat khusus mereka. Belajar sedikit dilihat sebagai hasil penyediaan informasi kepada siswa oleh guru, dan lebih dilihat sebagai hasil usaha aktif siswa membuat sesuatu dapat dipahami mereka (Goldsmith, & Shifter dalam Wu, 2004). Konsep epistemologi menyediakan kepada guru tentang pemahaman yang baik tentang ”mendengarkan dan mengamati siswa” dalam bekerja dengan masalah matematis, dan bagaimana merefleksikan proses pemahamannya. Pemahaman dikembangkan pada tingkat dimana siswa melihat pengertian matematika yang dilakukannya. Untuk memahami belajar siswa, guru sebaiknya memahami aspek psikologis belajar matematika, dan sebaiknya menggunakan teknik mengajar dan strategi untuk merekonstruksi ulang gagasan baru belajar dan mengajar matematika.
Dalam proses belajar konstruktif, representasi matematika berfungsi sebagai jembatan untuk pemahaman. Guru juga perlu memahami esensi representasi matematika yaitu bentuk representasi manusia untuk menyajikan apa yang dipikirkannya, yang mempengaruhi proses dan produk berpikir; perbedaan bentuk representasi berkembang menjadi perbedaan keterampilan kognitif; seleksi bentuk representasi mempengaruhi tidak hanya pada apa yang dapat direpresentasikan tetapi juga apa yang dapat mereka lihat; bentuk representasi dapat dikombinasikan untuk memperkaya penyusunan sumber daya siswa; dan setiap bentuk representasi dapat digunakan dengan beragam cara dan setiap cara membutuhkan penggunaan keterampilan yang berbeda dan bentuk berpikir (Eisner dalam Wu, 2004).
9. Mengkonstruksi Pemahaman melalui Representasi Matematika
Secara pedagogis, mengajar matematika menggunakan representasi membutuhkan pemahaman tentang representasi internal dan eksternal. Mengajar dengan representasi ini memfokuskan pada motif menggunakan representasi eksternal dalam mengajar matematika (Dufour-Janvier, Bednarz, & Belanger, dalam Wu, 2004). Penting bagi guru untuk memahami bahwa representasi adalah bagian yang menjadi sifat matematika, seperti grafik Cartesius dan fungsi yang merepresentasikan konsep menggunakan grafik Cartesius dan fungsi tersebut; dan representasi adalah pengkonkretan konsep yang beragam. Sebagai contoh representasi ganda akan merepresentasikan hanya satu konsep (Dufour-Janvier, Bednarz, & Belanger, dalam Wu, 2004). Tujuan pokok pendidikan matematika adalah membantu siswa membangun representasi internal yang mencerminkan representasi ekternal dengan tepat dan meliputi konsep dan hubungan. Kecakapan representasi matematika meliputi pemahaman konsep dan operasi matematika (NRC dalam Wu, 2004).
Untuk mengilustrasikan representasi matematika dalam kajian tertentu, berikut ini contoh kesulitan yang dialami siswa yang sering muncul dalam belajar matematika dan bagaimana representasi membantu siswa memahami konsep-konsep matematika.
Peneliti kelas membawa perhatian kita pada belajar dan mengajar pecahan yang efektif. Interpretasi dan representasi pecahan yang berbeda-beda sering membingungkan siswa. Lamon meringkas lima perbedaan konstruksi pecahan yaitu perbandingan bagian/keseluruhan, pengukuran, operasi, hasil bagi, rasio, nilai (rates). Dengan konsep keseluruhan/bagian, Kerslake mengamati bahwa siswa selalu memahami pecahan sebagai bilangan, dan mereka mungkin memikirkannya sebagai 2 bilangan atau bukan bilangan. An menyarankan penggunaan konsep kesatuan pecahan untuk membantu siswa untuk membantu siswa merepresentaskan pecahan.
Konsep fungsi masih dianggap sebagai bidang kajian yang rumit bagi pemula aljabar, khususnya representasi simbolik. Representasi aljabar sering meliputi translasi dari informasi verbal menjadi ekspresi simbolik dan persamaan (NRC dalam Wu, 2004). Bagaimana menggunakan representasi untuk menyatakan fungsi menggunakan hubungan representasi simbolik dan numeris adalah sebuah pertanyaan penting dalam mengajar matematika di sekolah menengah. Yerushalmy and Shternberg (Wu, 2004) menyatakan bahwa situasi model sebelum menggunakan representasi simbolik fungsi akan membantu siswa memahami fungsi aljabar dengan lebih baik. Meyer, menggambarkan 4 prinsip untuk situasi khusus. Pertama, simulasi konteks representasi yang mengijinkan siswa ikut serta dalam aktivitas yang bermakna, kedua, siswa merefleksikan keabstrakan aljabar dengan gambar, chart, tabel, dan persamaan. Pada tahap ini, guru harus mengijinkan siswa menggunakan strategi informal untuk memahami konsep aljabar, ketiga, selama interaksi antara guru dan siswa, siswa memahami beragam representasi lingkungan, dan kempat, hubungan antara fungsi aljabar abstrak dan konkret sebaiknya terjadi. Markovits, Eylon, dan Bruckheimer mendiskusikan 2 aspek kesulitan belajar fungsi. Pertama, hubungan antara daerah asal (domain) dan daerah hasil (range) menentukan bahwa setiap elemen dari domain mempunyai kawan dengan tepat satu elemen di daerah hasil. Kedua, fungsi mempunyai representasi ganda yaitu grafik, persamaan, tabel, dan diagram panah. Beberapa siswa kesulitan antara fungsi dan fungsi linier dan selalu berpikir bahwa fungsi selalu fungsi linier. Peneliti yang lain menyatakan bahwa banyak kesulitan belajar aljabar berasal dari pandangan siswa tentang perbedaan antara aljabar dan aritmatika. Namun, aljabar tidak dapat dipisahkan dengan aritmatika dan aljabar menggeneralisasikan operasi aritmatika dengan beragam cara. Booth meringkas kesulitan siswa belajar aljabar sebagai berikut: (a) Cara aritmatika dalam memandang aljabar,(b) notasi dan konvensi, (c) huruf dan variabel. Sekolah aljabar berhubungan dengan kesulitan siswa memahami variabel dan operasinya, dan guru perlu menciptakan beragam representasi untuk membantu siswa memahami aljabar.
.Kemampuan membaca dan menginterpretasi grafik adalah keterampilan dasar dan rupanya tidak efektif diajarkan. Dalam investigasi cara siswa membuat pengertian informasi melalui representasi grafis dan membuat hubungan antara kelompok-kelompok grafik yang berkaitan. Friel dan Bright menemukan bahwa siswa perlu untuk banyak berbicara tentang grafik. Adalah suatu hal yang penting untuk memahami bagaimana siswa berpikir melalui struktur representasinya. Guru perlu menciptakan lingkungan yang mengijinkan siswa terlibat dalam beragam representasi dalam analisis data dan memahami struktur dan pengertian representasi.
Dalam reformasi kurikulum, guru harus kreatif dalam mengajar. Oleh karena itu, guru harus dilatih menggunakan cara - cara yang baru dan kreatif. Dalam perkembangan profesional, guru perlu belajar representasi matematika dan strategi yang relevan dengan tingkat kemampuan siswa yang beragam dan membantu siswa mencapai pemahaman dan kemahiran matematika
10. Peran Representasi Matematika dalam Belajar Matematika Sistematik
Apa peran representasi matematika?. Dalam kelas tradisional matematika, titik perhatian pada penggunaan prosedur representasi dan abstrak. Misalnya, algoritma pembagian panjang merepresentasikan prosedur pembagian. Dalam kurikulum berbasis standar, siswa diberi banyak kebebasan untuk menciptakan dan menggunakan representasi. Sebagai contoh tabel, grafik, dan penjelasan verbal umumnya digunakan dalam kurikulum berbasis standar. Menurut Monk, penggunaan grafik bersama dengan diagram, chart, kalimat bilangan, formula meningkat sebagai alat untuk membangun pemahaman dan mengkomunikasikan pemahaman dan informasi. Meskipun representasi digunakan di kelas tradisional dan kelas reformasi untuk menyajikan ide masalah untuk menyelesaikan masalah, tetapi dengan jalan yang berbeda. Hanya ketika guru secara pribadi berpengalaman dengan kurikulum berbasis standar dan dapat melihat perbedaan, perubahan guru dapat terjadi. Hal ini yang menjadi alasan mengapa perkembangan profesional MSMP dibentuk, yaitu sebagai refleksi guru terhadap belajar dan mengajarnya yang akan membawa perubahan dalam pengajarannya.
Representasi tidak hanya suatu sistem jaringan dimana struktur representasional berhubungan satu dengan lainnya, tetapi juga sebagai jalan untuk memahami matematika, yang menentukan sifat-sifat tembusannya (features of permeation), hubungan, perbedaan, dan evolusi dalam belajar matematika. Sifat-sifat tembusannya (features of permeation) menunjukkan bahwa representasi dapat dilihat dalam beragam bidang kajian; hubungan mengijinkan representasi untuk menghubungkan satu bidang kajian ke bidang kajian lainnya; perbedaan mendorong perspektif ganda dan bermacam-macam representasi yang diciptakan dalam belajar matematika; dan evolusi berarti pertumbuhan presentasi yang kontinu sebagai kemajuan belajar. Standar NCTM menunjukkan sifat-sifat representasi ini, yaitu standar proses (problem solving, bernalar, komunikas, hubungan, dan representasi) dikaitkan satu dengan yang lain dengan standar isi matematis (bilangan, aljabar, geometri, pengukuran, dan analisis data). Baik guru maupun siswa dihadapkan dengan tantangan untuk memahami dan menggunakan representasi dalam belajar matematika, seperti pernyataan NCTM yaitu program pembelajaran dari pra-TK hingga jenjang 12 harus membolehkan semua siswa menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengakui, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematis; memilih, menerapkan, dan menterjemah di antara representasi-representasi matematis untuk menyelesaikan masalah; menggunakan representasi sebagai model dan menginterpretasi fenomena fisik, sosial dan matematis (NCTM dalam Wu, 2004).
Dalam belajar matematika, tujuan penting manusia dalam menggunakan representasi adalah dapat berkomunikasi dengan yang lain menggunakan bentuk-bentuk representasi. Sebagai contoh, grafik dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan informasi dan pemahaman dan membuat pengertian dalam matematika. Komunikasi dan membuat pengertian memgang peran penting dalam semua jenis representasi. Menurut Monk, grafik untuk mengillustrasikan pentingnya penggunaan representasi. Menurutnya, menggunakan grafik, siswa dapat menggali aspek-aspek konteks yang tidak nyata; proses merepresentasikan konteks dapat membimbing pertanyaan tentang konteks itu sendiri; menggunakan grafik untuk menganalisis kontek yang dapat dipahami dengan baik dapat memperdalam pemahaman siswa tentang grafik; siswa dapat mengkonstruksi sesuatu yang baru dan konsep dalam konteks awal dengan sifat-sifat penting grafik; dan siswa dapat memperluas pemahamannya tentang grafik dan konteksnya melalui proses interaktif dan berulang untuk menggali grafik dan konteksnya; dan kelompok siswa dapat membangun pemahaman bersama melalui referensi terhadap fenomena grafik dalam konteks (Monk, dalam Wu, 2004).
Terdapat 2 bentuk representasi yaitu representasi internal dan representasi eksternal yang akan di bahas detil pada bagian selanjutnya. Menurut Troutman dan Lichtenberg, representasi internal adalah hasil perkembangan kognitif, yang menyusun jaringan konsep dan hubungan, sedangkan representasi eksternal digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang dapat direpresentaskan di luar pikiran manusia. Dalam kenyataannya, terkadang representasi internal memegang peran yang penting dalam belajar dan mengajar matematika. Menurut Troutman dan Lichtenberg, tujuan pendidikan adalah membantu individu menciptakan representasi internal yang mencerminkan representasi eksternal dengan tepat. Menurut Greeno dan Hall, bentuk representasi dapat dianggap sebagai alat yang berguna untuk mengkonstruksi pemahaman dan mengkomunikasikan informasi dan pemahaman. Dalam kelas, siswa terkadang bertindak untuk merefleksikan representasi internalnya dan menginterpretasi representasinya dengan beragam cara pada beragam tingkat, menyediakan tujuan komunikasi dan konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Wu, Zhonghe. 2004. The Study of Middle School Teachers’ Understanding and Use of Mathematical Representation in Relation to Teachers’ Zone of Proximal Development in Teaching Fractions and Algebraic Functions. disertasi
BU Woro, disertasinya Wu bisa dikases di mana?
BalasHapus