Senin, 22 Agustus 2011

PENDEKATAN BHAVIORISTIK: CLASSICAL CONDITIONING


PENDEKATAN BEHAVIORISTIK: CLASSICAL CONDITIONING

Sejak awal tahun 1900an, kaum behavioristik telah melakukan investigasi tentang hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya untuk mencari tahu bagaimana makhluk hidup tersebut belajar sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan. Menurut paham behavioristik, manusia dan binatang dikendalikan oleh lingkungan dan keberadaannya merupakan hasil dari apa yang dipelajari dari lingkungan. Oleh karena itu yang menjadi perhatian adalah bagaimana faktor lingkungan (stimulus) mempengaruhi perilaku yang dapat diamati (respon). Aliran behavioristik memandang ada 2 proses dimana manusia dan binatang belajar dari lingkungannya yaitu classical conditioning dan operant conditioning. Namun pada makalah ini hanya akan dikaji tentang classical conditioning yang meliputi bagaimana eksperimen Pavlov terjadi, bagaimana classical conditioning terjadi, prinsip-prinsip yang melandasi, dan aplikasi terhadap manusia dan binatang.
Classical conditioning adalah proses belajar yang terjadi dimana respon reflek diasosiasikan dengan stimulus-stimulus baru. Classical conditioning didasarkan pada apa yang terjadi sebelum respon, awalnya ditemukan oleh Ivan Pavlov pada awal abad ke-20. Pavlov mengamati keluarnya air liur anjing. Langkah pertama, Pavlov membunyikan bel (neutral stimulus disingkat NS) ternyata anjing tidak mengeluarkan air liur. Ketika anjing diberi daging (unconditioned stimulus disingkat US), anjing akan mengeluarkan air liur (unconditioned response disingkat UR). Selanjutnya, Pavlov membunyikan bel (conditioned stimulus disingkat CS) dilanjutkan memberikan daging (unconditioned stimulus) ternyata membuat anjing mengeluarkan air liur (unconditioned response) secara reflek. Hal ini diulang beberapa kali dengan pola bel-daging-mengeluarkan air liur, bel-daging-mengeluarkan air liur. Pada akhirnya setelah dikondisikan demikian, anjing akan mengeluarkan air liur (conditioned response disingkat CR)  ketika mendengar bunyi bel (conditioned stimulus). Anjing telah memberikan suatu respon yaitu mengeluarkan air liur maka dikatakan bahwa anjing telah belajar.
Menurut pandangan Pavlov, dua hal yang diasosiasikan yaitu bel dan daging bukan kesan sensoris, melainkan suatu stimulus yang diperoleh melalui alat-alat indera dan diasosiasikan dengan suatu reaksi (respon) yang dapat diamati. Oleh karena itu yang akan menjadi pertanyaan dalam setiap kejadian classical conditioning adalah dimana stimulus dan respon yang diasosiasikan. Subyek (manusia atau binatang) yang mengasosiasikan dianggap tidak memiliki perasaan, kehendak, pikiran, pertimbangan dan rencana, seolah-olah dianggap subyek “kosong” sehingga membuat asosiasi berlangsung secara otomatis/mekanis, seolah-olah subyek adalah sebuah mesin/komputer.
Classical conditioning dilandasi oleh prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Waktu tunggu (Acquisition), yaitu periode dalam mengkondisikan selama respon diperkuat. Selama masa  tersebut CR harus diperkuat. Classical conditioning diperkuat ketika CS diikuti dengan US. Untuk memperkuat anjing mengeluarkan air liur maka harus dibuat hubungan antara bel dengan daging. Conditioning akan berlangsung dengan cepat ketika US mengikuti CS secara langsung, dengan waktu tunggu optimal di antara keduanya 0,5 - 5 detik.
2.      Harapan (Expectancy), yaitu pengharapan terhadap kejadian atau hubungan selanjutnya. CS dipercayai mendahului US, oleh karena itu CS memprediksi US. Selama conditioning, otak belajar untuk mengharapkan bahwa US akan mengikuti CS sehingga otak mempersiapkan tubuh untuk merespon US. Harapan yang ditambahkan pada classical conditioning ini akan mengubah perilaku.
3.      Pemusnahan (Extinction) dan Spontaneous Recovery. Jika US tidak lagi mengikuti CS, respon akan menghilang sehingga classical conditioning dapat dilemahkan dengan menghilangkan reinforcement. Hal ini disebut dengan extinction. Misalnya, membunyikan bel namun tidak diikuti dengan pemberian daging maka lama-kelamaan anjing tidak akan mengeluarkan air liur ketika bel berbunyi. Hal ini terlihat bahwa extinction terjadi. Setelah beberapa waktu kemudian ketika bel berbunyi diikuti dengan keluarnya air liur anjing maka kemunculan kembali respon yang nyata setelah extinction ini disebut spontaneous recovery.
4.      Generalisasi stimulus yaitu suatu keadaan dimana sejumlah stimulus lain dapat menimbulkan respon. Ketika stimulus lain tersebut berperan  seperti CS mula-mula lama kelamaan akan menyebabkan respon menurun.
5.      Diskriminasi stimulus yaitu kemampuan untuk merespon dengan berbeda terhadap stimulus yang bervariasi. Setelah terjadi respon terhadap stimulus lain beberapa kali maka respon akan berhenti karena manusia/binatang telah belajar membedakan antara CS mula-mula dengan stimulus lain tersebut.
Dua teori yang berkompeten dengan bagaimana classical conditioning bekerja yaitu teori stimulus respon dan teori stimulus-stimulus. Teori stimulus-respon atau teori S-R adalah psikologi model perilaku teoritis yang menyarankan manusia dan binatang dapat belajar mengasosiasikan stimulus baru yaitu CS dengan stimulus yang sudah ada yaitu US dan dapat berpikir, merasakan, dan merespon CS yang dianggapnya sebagi US. Teori ini menyarankan adanya asosiasi antara unconditioned stimulus dengan conditioned stimulus di dalam otak tanpa melibatkan kegiatan berpikir sadar. Sedangkan teori stimulus-stimulus atau teori S-S adalah model classical conditioning teoritis yang menyarankan adanya komponen kognitif sebagai syarat untuk memahami classical conditioning dimana  teori S-R tidak dapat menjelaskannya.Teori ini melibatkan aktivitas kognitif dimana conditioned stimulus diasosiasikan dengan konsep unconditioned stimulus. Berdasarkan teori ini, keluarnya air liur anjing karena mendengar bunyi bel karena mengasosiasikannya dengan konsep makanan sebagai aktivitas kognitif anjing tersebut.
Classical conditioning dapat diterapkan bagi para pelatih binatang sirkus. Tujuan penerapan classical conditioning dalam melatih binatang sirkus ada 2 yaitu  untuk melatih atau mengkondisikan respon otomatis seperti mengeluarkan air liur atau menurunkan adrenalin tanpa menggunakan stimulus yang menghasilkan respon nyata dan untuk menciptakan asosiasi antara stimulus yang tidak memberikan pengaruh terhadap binatang dengan stimulus yang memberikan pengaruh kepada binatang. Classical conditioning sangat penting diterapkan bagi pelatih binatang karena sangat sulit untuk menyediakan sesuatu hal alamiah yang disukai (tidak disukai) binatang dalam waktu yang tersedia agar menjadi konsekuensi yang penting bagi perilakunya. Akibatnya pelatih akan mengasosiasikan sesuatu yang mudah untuk “mengirimkan” dengan sesuatu yang diinginkan binatang dengan menggunakan classical conditioning. Para pelatih menyebutnya jembatan karena menjembatani waktu antara kapan binatang melakukan pertunjukan perilaku tertentu dengan kapan hadiah (reward) yang diinginkan diperoleh.
Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah perasaan takut ketika harus bertemu dengan dokter gigi. Dokter gigi adalah neutral stimulus yang tidak memberikan pengaruh emosional perilaku. Setelah dikondisikan muncul bersama dengan dicabutnya gigi dan timbul rasa sakit mengakibatkan perasaan takut maka  dokter gigi menjadi conditioned stimulus bagi perasaan takut bertemu dengan dokter gigi. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar.
Situasi classical conditioning menghasilkan hukum-hukum belajar yaitu:
1.      Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2.      Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Prinsip dalam belajar ada 2 yaitu makhluk hidup belajar mengasosiasikan satu stimulus dengan stimulus lain dan bahwa dalam belajar stimulus pertama adalah kunci untuk stimulus berikutnya.  Yang terpenting dalam belajar adalah adanya latihan dan pengulangan karena jika tidak maka tidak ada respon belajar. Belajar menurut pandangan ini dalam hidup manusia dapat terjadi, namun pola tersebut tidak mencerminkan apa yang terjadi dalam kebanyakan belajar manusiawi. Belajar melakukan kegiatan-kegiatan tertentu secara sadar dan disengaja tidak dapat dijelaskan dengan hanya mencari kaitan antara suatu stimulus dengan respon menurut pola belajar yang demikian. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.

 
DAFTAR PUSTAKA

Doon, Dennis. 2003. Essential of Psychology. US: Thomson Wadsworth
 
Nanath. 2008. Teori Behavioristik. http://kuliahkomunikasi.com
 
Schneck, Stacy Braslau. 2003. An Animal Trainer’s Introduction to Operant and Classical Conditioning. http://www.wagntrain.com diakses 17 Februari 2009

Wagner, Kendra Van. 2009. Introduction to Classical Conditioning. http://www.psychology.about.com diakses 17 Februari 2009

Wikipedia. 2009. Classical Conditioning. http://www.wikipediafoundation.org diakses 17 Februari 2009

Winkel, W S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar